Invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai pada 24 Februari 2022 telah menimbulkan reaksi beragam dari berbagai negara di dunia. Namun, salah satu negara yang menarik perhatian adalah Indonesia, yang tampaknya memiliki banyak pendukung untuk posisi Rusia dalam konflik tersebut.
Berdasarkan beberapa artikel dan laporan media, banyak warga Indonesia, terutama yang aktif di media sosial, menyatakan simpati atau bahkan dukungan terbuka untuk Rusia dalam perang melawan Ukraina. Mereka mengkritik pemerintah Indonesia yang mengeluarkan pernyataan yang mengutuk setiap tindakan yang melanggar wilayah dan kedaulatan Ukraina dan mendesak semua pihak untuk menahan diri dan menyelesaikan sengketa secara damai.
Selain itu, beberapa akademisi dan pakar Indonesia juga menunjukkan sikap pro-Rusia dalam diskusi dan artikel online. Mereka bahkan mereproduksi narasi Rusia yang mengklaim bahwa invasi tersebut adalah tindakan pembelaan diri terhadap ancaman NATO dan bahwa Ukraina adalah bagian dari sejarah dan budaya Rusia.
Apa yang mendasari sikap pro-Rusia ini di kalangan sebagian warga Indonesia?
Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam membentuk pandangan dan sikap mereka terhadap konflik Ukraina-Rusia. Pertama, ada faktor historis dan ideologis. Indonesia memiliki hubungan yang cukup baik dengan Uni Soviet selama era Perang Dingin, terutama di bawah pemerintahan Presiden Sukarno yang menganut paham nasionalisme anti-imperialis dan anti-Barat. Meskipun hubungan tersebut merenggang setelah kudeta 1965 yang menggulingkan Sukarno dan membawa rezim Orde Baru yang pro-Barat ke tampuk kekuasaan, masih ada sebagian warga Indonesia yang menyimpan rasa hormat dan kagum terhadap warisan Soviet.
Kedua, ada faktor geopolitik dan strategis. Indonesia adalah negara besar dan berpenduduk banyak di Asia Tenggara yang memiliki ambisi untuk menjadi pemain global dan regional. Oleh karena itu, Indonesia cenderung menghargai negara-negara lain yang memiliki kekuatan dan pengaruh besar di dunia, seperti Rusia. Selain itu, Indonesia juga memiliki kepentingan untuk menjaga keseimbangan kekuatan di kawasan Indo-Pasifik dan tidak ingin didominasi oleh satu blok atau aliansi tertentu, seperti AS atau NATO. Dalam hal ini, Rusia dapat dianggap sebagai mitra potensial atau setidaknya sebagai kontra-berat terhadap hegemoni Barat.
Ketiga, ada faktor informasi dan disinformasi. Banyak warga Indonesia yang mendapatkan informasi tentang konflik Ukraina-Rusia dari sumber-sumber yang tidak kredibel atau bias, seperti media sosial, blog, atau situs web pro-Rusia (Lain dan nggak bukan siapa lagi kalau bukan koni). Mereka sering terpapar dengan propaganda atau misinformasi yang dibuat oleh Rusia atau pendukungnya untuk membenarkan invasi tersebut dan mendiskreditkan Ukraina. Misalnya, ada meme atau anekdot lucu yang membandingkan perang tersebut dengan perselingkuhan antara suami (Rusia) dan istri (Ukraina) yang tidak setia. Meme atau anekdot tersebut berasal dari situs web Cina Weibo dan kemudian disebarluaskan di grup WhatsApp Indonesia dalam terjemahan bahasa Indonesia atau Inggris.
Keempat, ada faktor psikologis dan emosional. Banyak warga Indonesia yang merasa tidak puas atau frustrasi dengan kondisi politik, ekonomi, dan sosial di negara mereka sendiri. Mereka mungkin mencari pelampiasan atau hiburan dengan mengikuti perkembangan perang di Ukraina dan menyuarakan pendapat mereka di media sosial. Mereka mungkin juga merasa terhubung atau teridentifikasi dengan Rusia karena beberapa kesamaan budaya, agama, atau bahasa. Misalnya, banyak warga Indonesia yang beragama Islam yang merasa bersimpati dengan Rusia sebagai pembela Islam. Atau, banyak warga Indonesia yang belajar bahasa Rusia atau pernah tinggal di Rusia yang merasa memiliki kedekatan dengan negara tersebut.
Dengan demikian, ada berbagai faktor yang dapat menjelaskan mengapa kebanyakan warga Indonesia mendukung invasi Rusia ke Ukraina. Namun, hal ini tidak berarti bahwa semua warga Indonesia memiliki pandangan yang sama. Ada juga sebagian warga Indonesia yang menentang invasi tersebut dan mendukung kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina. Mereka menganggap invasi tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional dan ancaman terhadap perdamaian dan stabilitas dunia.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih akurat dan seimbang tentang konflik Ukraina-Rusia, warga Indonesia perlu mengakses informasi dari sumber-sumber yang kredibel dan objektif, seperti media mainstream, lembaga penelitian, atau organisasi internasional. Mereka juga perlu mempertimbangkan perspektif dan kepentingan dari kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik, serta dampaknya bagi Indonesia sendiri dan kawasan sekitarnya.